Ditulis oleh Dimas Pradipa • 4 Desember 2025 • Kategori: Kesehatan
Semakin banyak anak usia sekolah dasar sudah memegang smartphone sendiri. Namun, penelitian terbaru mengingatkan orangtua untuk tidak menganggap keputusan itu sebagai hal sepele. Dikutip dari ScienceAlert, para peneliti di Amerika Serikat menemukan bahwa kepemilikan smartphone pada usia 12 tahun berkaitan dengan meningkatnya risiko depresi, obesitas, dan kurang tidur. Temuan ini berasal dari analisis terhadap 10.588 peserta dalam studi perkembangan otak remaja.
Penelitian tersebut menunjukkan, 6,5 persen anak 12 tahun yang sudah memiliki smartphone pernah menerima diagnosis depresi. Angka itu lebih tinggi dibanding 4,5 persen pada anak yang masih belum memiliki ponsel. Ran Barzilay, psikiater anak dan remaja dari Children’s Hospital of Philadelphia, mengatakan bahwa temuan ini menunjukkan perlunya pendekatan lebih hati-hati dalam memberikan akses smartphone kepada anak. “Smartphone perlu dilihat sebagai faktor yang dapat memengaruhi kesehatan remaja. Keputusan memberikannya kepada anak sebaiknya dilakukan dengan pertimbangan matang,” ujar Barzilay.
Studi ini juga menemukan adanya perbedaan signifikan terkait berat badan. Sebanyak 18 persen anak usia 12 tahun yang sudah memiliki smartphone tercatat mengalami obesitas, sementara di kelompok yang tidak memiliki ponsel angkanya berada di kisaran 12 persen. Gangguan tidur menjadi masalah lain yang terlihat jelas. Hampir separuh anak 12 tahun yang sudah memegang smartphone tidur kurang dari sembilan jam setiap malam. Sebaliknya, hanya sekitar sepertiga anak tanpa smartphone yang mengalami hal serupa. Ketika para peneliti mengikuti anak-anak ini hingga usia 13 tahun, pola tersebut tetap muncul. Mereka yang memperoleh smartphone lebih awal masih menunjukkan kecenderungan mengalami gangguan kesehatan mental dan tidur yang kurang berkualitas.
Para peneliti menekankan bahwa studi ini bersifat observasional. Artinya, hasilnya belum bisa memastikan bahwa smartphone menyebabkan depresi atau obesitas. Namun, konsistensi temuan yang terlihat sejak awal anak mendapatkan ponsel membuat hubungan tersebut patut diteliti lebih jauh. Barzilay mengakui bahwa smartphone juga punya manfaat, seperti membantu proses belajar atau memperkuat koneksi sosial. Namun, ia menilai penting untuk memastikan kebiasaan digital anak tetap seimbang. “Anak tetap membutuhkan waktu jauh dari layar untuk bergerak aktif. Aktivitas fisik dapat membantu mencegah obesitas dan menjaga kesehatan mental,” ujarnya.
Ke depan, tim peneliti berencana meninjau bagaimana jenis aplikasi, durasi penggunaan, dan paparan layar jangka panjang berpengaruh terhadap kesehatan remaja. Mereka juga ingin mengembangkan panduan penggunaan smartphone yang lebih aman untuk anak usia sekolah. Temuan ini, menurut para ahli, menjadi pengingat bagi orangtua bahwa memberikan smartphone pada anak bukan hanya soal mengikuti tren, tetapi juga keputusan yang membawa konsekuensi terhadap kesehatan mental dan fisik anak.